CERITA KAPAL SUKU BAJO

Photo isn't mine, but that is how the Rajuni boatbuilding goes.

Jolloro in the making

  "Nenek moyangku seorang pelaut... Gemar mengarung luas samudra..." #YouSingYouLose he he. Kutipan lirik lagu itu menurut Aku cocok banget buat gambarin kehidupan masyarakat Suku Bajau alias Bajo, salah satu suku di Indonesia yang bisa dibilang hidupnya bergantung pada laut. Profesinya nelayan, nyari makan dari laut, tinggal pun di laut, pokoknya mencari nafkah di laut deh. Makanya, masyarakat sana masing-masing punya kapal minimal satu unit, untuk mencari ikan atau sekedar sebagai alat transportasi. Sebutan kapal kayu yang cukup besar di sana adalah jolloro. 

    Suku Bajo membuat jolloronya sendiri, tanpa sketsa, bahkan ukuran panjang, lebar, dan tebal kayunya pakai ilmu kira-kira. Uniknya, hasilnya tetep bagus dan seimbang, jadi kalau dibawa ke laut tuh gak oleng alias tetep stabil. Udah insting orang laut kali ya, jadi akurat-akurat aja. Nah, sebagian masyarakat membuat kapal untuk dipakai sendiri, ada juga yang untuk dijual. Bahan kayunya tentu dipilih yang paling kuat dan anti rapuh walaupun berada di air laut bertahun-tahun. Waktu itu Aku tanya ke nelayan, mereka lagi pakai kayu Kalimantan. Gitu sih katanya~
            
    Nah, dibuatnya secara teliti tahap per tahap, mulai dari tulang (satu kayu balok panjang sebagai titik dasar keseimbangan kapal, terletak di bagian tengah), sampai ke sayap dan badan kapal. Yaa kurang lebih seperti di gambar. Meski sudah ada beberapa mesin penghalus dan pemotong yang dipakai, tapi secara keseluruhan proses pembuatannya masih sederhana. Lama proses bikin kapal, tentu tergantung dari rajin-tidaknya si pembuat. Kalau tiap hari pasti lebih cepet, tapi ya mereka jarang bikin tiap hari karena pada sibuk melaut. Satu jolloro dibuat oleh 2-3 orang, bahkan ada yang percaya diri bikin sendiri. 


Tradisi Turun Kapal

    Kapal menjadi sangat penting bagi kehidupan mereka, jadi setiap kapal harus diperlakukan dengan baik supaya tidak mendatangkan musibah. Mau kapal besar, kapal kecil, perahu, semua perlakuannya sama. Mereka pun punya tradisi "selametan" sebelum kapal menyentuh air laut untuk pertama kalinya. Nah, tradisi ini punya nama beda-beda di setiap daerah, tapi prakteknya kurang lebih sama ajaa.
               
    Setelah kapal selesai dibuat, sudah di-cat rapi segala macem, kapal gak boleh langsung diturunin ke laut atau nyentuh air laut sama sekali. Jadi masyarakat Suku Bajo di desa itu bikin pesta dulu nih. Waktu itu di Desa Rajuni Kecil, Kepulauan Selayar, ibu-ibunya bikin ice coconut brown sugar alias dikenal es kelapa gula merah. Merek rame-rame masak jajanan tradisional di bawah kebun kelapa, obrolannya hangat tapi juga kocak, dan mudah-mudahan ga ada yang baper. Jajanan dan minuman itu bakal disajikan buat bapack-bapack yang sudah selesai mendorong kapal ke laut.

    Okay kembali ke prosesi turun kapal. Sebelum kapal diturunkan, salah satu tokoh adat berdo'a di atas sambil nebar-nebarin beras, lalu memukul-mukul badan kapal dengan janur. Singkat cerita, para laki-laki desa langsung bareng-bareng mengerahkan segala tenaga mendorong kapal itu dari lokasi objek selesai dibuat sampai berhasil menyentuh air laut. Makanya mereka kalo bikin kapal ga jauh-jauh dari bibir pantai biar dorongnya ga capek. Dorongnya dibantu pakai tali tambang besar yang ditarik oleh tenaga manusia. Nah yang bikin unik, mereka mendorongnya sambil nyanyi lagu-laguan khas desa supaya semangat dan ga kerasa capenya.
               
    Tradisi ini dilakukan hanya hari Jum'at pagi saja. Alasan pertama, karena hari Jum'at dipercaya hari baik dan penuh berkah (berkah mengiringi kapal yang diturunkan), anyway mayoritas mereka memeluk agama Islam. Kedua, pada hari Jum'at pagi nelayan lagi pada libur melaut, jadi massa yang membantu akan lebih banyak. Oh iya, mereka saling bantu gini tanpa pamrih sama sekali loh, alias ya gotong royong aja. Harmonis sekali bukan? :') Jarang ada hal-hal kayak gini di kota. Nah, kalau kapal sudah berhasil menyentuh air laut, saatnya minum ice coconut brown sugaaarr. Jangan lupa kapalnya ditambatkan di dermaga dan ga boleh digunain dulu selama sehari kalo ga salah. Biarin si kapal kenal laut dulu, adaptasi ceunah.
      
    Nah, siang-siang di pantai, angin sepoi-sepoi, haha hihi sama warga desa, tanpa sinyal, tidak ter-distract gadget, melepas lelah sambil minum ice coconut brown sugar ala Suku Bajo, sungguh suasana aduhai dan mantab kali buat recharge energi. Sore hari di atas jam 3, mereka bersiap untuk kembali ke laut mencari nafkah.

Bajaus, you guys are cool.

0 Comments:

Post a Comment