FIRST STOP WITH JEJAK PETUALANG: SELAYAR


Photo isn't mine, but I swear I saw this beautiful Selayar in real life.

Tradisi Unik Naik Balla (Pindah Rumah)

Kami harus maksimalkan waktu transit kami di Selayar Darat. Kebetulan, saat itu kami berada di Kampung Ballabullo, Kecamatan Benteng, sedang ada Tradisi Naik Balla. Naik artinya Pindah, Balla artinya Rumah. Naik Balla punya arti pindah ke rumah baru untuk ditinggali pertama kalinya. Menariknya, ritual itu jadi hajatan istimewa semua warga desa, bukan bagi sang tuan rumah saja. Bagi mereka, rumah bukan sekedar tempat tinggal, melainkan ruang sakral di mana seluruh proses kehidupan berlangsung. Itulah mengapa tradisi ini jadi sangat penting. Keunikan-keunikan seperti ini yang menarik sebagai materi liputan.

Setelah berdoa bersama di rumah lama, kerabat dan tetangga iring-iringan mengantar pemilik hajat ke hunian barunya. Iring-iringan dilakukan jalan kaki, dengan tuan rumah ada di baris paling depan. Kerabat yang mendampingi membawa ragam kuliner tradisional. Makanan yang wajib ada antara lain nasi ketan, pallopo (bubur kacang kenari), dan kue tradisional tujuh rupa. Kenapa harus tujuh? Warlok (warga lokal) menyimbolkan angka tujuh sebagai tanda jadi serta dipercaya bermakna bagus atau pas. Kalau belum tujuh, artinya masih belum ideal.

Sesampai di rumah baru, ternyata kami semua belum boleh masuk dulu. Tetua adat membacakan “mantra” di depan rumah sambil menebar beras hingga ke dalam rumah, sebelum akhirnya kami semua boleh melangkahkan kaki ke teras. Makan bersama pun digelar. Naah... Sajian wajib tadi rasanya harus manis yaa, dengan harapan istana baru itu membuahkan hal-hal manis, baik urusan rumah tangga, rejeki sang pemilik, dan yang pasti terhindar dari musibah. 

Satu jajanan yang menurutku menarik adalah pallopo, karena semua bahannya diproduksi sendiri mulai dari santan tentunya, gula merah, sampai proses pengolahan kacang kenarinya. Makanya, Aku akan jabarkan proses pembuatan pallopo mulai dari petik kenari sampai pallopo siap santap. Mantappp.


How to cook Pallopo

Banyak kuliner tradisional berbahan dasar kenari, salah satunya pallopo. FYI, Selayar Darat dikenal sebagai daerah penghasil kenari. Panen kenari ala masyarakat setempat masih manual banget. Bapak-bapak manjat pohon kenari (bukan panjat sosial) sambil bawa galah, sementara ibu-ibu (yang anjay guys) ngumpulin kenari yang berjatuhan. Si bapak (lupa namanya) udah biasa banget manjat, kelihatan dari cara dia melangkahkan kaki dari satu ranting ke ranting lain santuy parah.  Naah… Kalau sudah terkumpul, kenari dijemur.

Uniknya nih pas dijemur, kambing-kambing warga sengaja dibiarin makan kenari-kenarinya. Ternyata, itu justru mempermudah warlok mengupas kenari nantinya. Kambing suka makan kulit terluar kenari, mungkin karena asem kali yaa jadi seger-seger gitu pas dikunyah. Kalau penasaran, barangkali Fellas bisa coba sendiri hehe. Saat kulit terluar sudah habis alias tinggal sisa batoknya aja, kambing akan auto-melepeh kenari itu.

Proses penjemuran masih berlangsung yaa, biasanya selama 1-2 hari tergantung terik matahari. Kalau sudah kering, barulah batok kenari tadi dikupas. Ramai-ramai di bawah rumah adat Suku Bugis, masyarakat membelah batok yang keras tadi pakai batu dengan cara dipukul-pukul. Kumpulan biji kenari yang sudah terkelupas selanjutnya direbus hingga mendidih, lalu campurkan santan, kemudian gula aren yang mereka produksi sendiri. Aduk-aduk terus sampai mengental, agak lama dan pegel sih karena jumlahnya cukup banyak. Nah karena masaknya bareng bersama ibu-ibu, jadi bisa ngobrol lupain waktu. Daaaan jadilah PALLOPO, kuliner khas Selayar langsung dari alam.

Photo isn't mine, but Pallopo is more like this and tasted so sweet.

0 Comments:

Post a Comment