PETUALANGAN TAK TERBAYANG DI BENGKAYANG


Lokasi liputan kita yang digaris merah putus-putus itu teman, berada di perbatasan RI-Malaysia.

      Cerita kali ini move on dulu dari Selayar ya, kita loncat ke trip-ku yang ke sekian kalinya bersama Jejak Petualang. Pada waktu itu Aku belum pernah ke Pulau Kalimantan dan selalu penasaran seperti apa di sana. Jadi aku memutuskan untuk trip ke Kalimantan. Aku riset-riset tradisi unik nusantara yang rencananya bakal ditayangin di momen 17an, waktu itu masih Juni 2018. Nemulah aku sebuah ritual atau perayaan unik di Sebujit, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Namanya Tradisi Nyobeng. Yaudah aja Aku langsung hubungi vendor Kal-Bar untuk bisa tanya-tanya info lebih lanjut ke warga lokal sana. Kebetulan juga Aku pengen pergi/liputan di perbatasan RI, dan lokasi yang Aku tuju ini berada di pinggiran Indonesia-Malaysia. Jadi langsung gaass. I was so excited.

       Dari Jakarta aku naik pesawat menuju Pontianak. Perjalanan dimulai dari Bandar Udara Internasional Supadio (PNK), naik mobil menuju Kabupaten Bengkayang ditempuh dalam waktu perjalanan sekitar 6-7 jam, tapi seingetku kita lebih dari itu deh. Tua di jalan lah pokoknya kita mah. Untung kali ini partner liputanku asik-asik, ga kayak waktu trip pertamaku yang ngambekan dan ga solutif! HAHAHA bikin stress aja. Jadi selama perjalanan kita bisa sharing, becanda, nyanyi-nyanyi, lebih seru deh pokoknya.

       Pontianak ke Bengkayang jalannya masih normal nih masih aspal, nah mulai dari Bengkayang menuju desa destinasi kami yaitu Desa Siding, jalannya masih tanah merah. Kayanya sih proyek jalan baru gitu ya, soalnya hutannya dibabatin buat dibikin jalan itu. Jadi sepiii ga ada orang, boro-boro deh rambu-rambu lalu lintas, cuma ada tulisan "Siding" di kertas yang ditempel di kayu gitu untuk nunjukin belok ke arah mananya. Bener-bener udah pasrah aja waktu itu semoga kita di jalan yang benar dan ga terjadi trouble apa-apa. Kalo udah mulai clueless, kita tanya ke abang-abang proyek yang sesekali keliatan untuk mastiin kita di jalur yang bener atau ngga. Cuma 1-2 mobil aja yang papasan sama kita. Untung aja sih yaa bukan musim ujan, jadi jalanan kering padet gitu alias ga ada yang becek. Kan wasalam kalo tanah merah kena air. Kurang paham sih waktu itu proyek apa, tapi kayanya itu proyek untuk bikin jalan baru dari RI tembus Malaysia gitu deh.

Ini jalan perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan Barat sumber dari Detik 2023. This is not the exact road we were passing thru, but i can tell you suasananya plek ketiplek begitulah waktu itu.

Foto dari RRI. Suasananya mirip gini tapi ga sebecek itu.

Ini jalan menuju Desa Siding, diambil dari internet. Persis banget begini, ada yang udah dikasih batu-batu juga waktu itu.

       Kalau tahun 2018 kondisi jalannya masih seperti foto-foto di atas, harusnya tahun 2023 ini udah aspal dong ya. Semoga begitu jadi akses ke sana lebih mudah dan cepet.

(Sementara udah dulu ya, aku lanjut ceritanya besok lagi di sini. Ngantuk hehe)

BUKAN COMBRO, TAPI TUMPI


Ini foto ikan katamba, diambil dari Portal Informasi Indonesia. Aku ga sempet dokumentasi sendiri, tapi kurang lebih seginilah ikan hasil tangkapannya waktu itu.  


            Haloooo...!! After 3 years break blogging like how the hell?? Too busy??? Aku akan melanjutkan cerita sebelumnya, yaitu mengolah ikan katamba. Nama olahannya adalah Tumpi, uniknya masaknya pakai mangga. Ikan ini memang sering tertangkap nelayan dan bukan termasuk biota yang dilindungi, jadi sah-sah aja kalau dijadiin makanan. Sebutannya di Indonesia banyak, ada yang sebut ikan lencam, gotila, ketambak, dan sebagainya, tapi nama latin ikan laut bibir tebal ini adalah Lethrinus obsoletus.

            Pertama-tama ikan dibersihkan, dipotong jadi dua bagian terus dibakar. Selagi nunggu mateng karena daging ikan ini tebel banget, jadi kita dan ibu-ibu setempat membuat bumbunya. Bumbu yang diperlukan adalah serai, telur, bawang merah dan putih, garam, merica, dan kemiri. Sesuai yang tadi Aku bilang, bumbu lainnya adalah mangga yang sudah dikeringkan. Takaran bumbu-bumbunya sih disesuaikan sama porsi ikan, dan ibu di sana pakai ilmu kira-kira. Naah bahan-bahan tadi diulek, ditambahkan dengan kelapa yang sudah diparut. Jadi, bumbu ini bukan untuk melumuri ikannya Fellas, tapi daging ikan katamba tadi yang sudah matang, ditumbuk sampai halus. Kalau sudah halus, dicampur tuh sama adonan bumbu ulek dan kelapa parut tadi. Diaduk-aduk, campur pakai telur ayam, dibuletin-buletin daan goreng deh sampai mateng.

         Kalau aku bisa deskripsikan, tumpi ini look-nya persis kayak combro. Bedanya kalo ini ga ada isiannya, terus kalo dipegang teksturnya lebih lembek ga kayak combro yang rada keras. Rasanya gurih yaa gurih-gurih ikan gitulah, overall enak. Walaupun ini jatuhnya sebagai cemilan, tapi Aku sendiri makan tiga butir aja udah kenyang. Kalo dimakan pake nasi anget plus sambel juga enak pasti, yakin bikin nambah deh asli.

       Bukan cuma makanannya, pengennya sih trip-trip di Selayar (Taman Nasional Takabonerate) juga nambah deh. Kalo ga liputan, mungkin aku ga akan ke sana, karena jauh dan mahal ya tsay. Seru banget, tapi Aku masih nyesel sampe sekarang karena ga ambil dokumen pribadi. Ada siih difotoin droner gitu banyak, cuman yang ada akunya doang dikit. File-nya ada di hard disk aku yang udah rusak huhu. Akhirnya biar Aku inget terus cerita indahnya (cerita yang indah aja, yang sialan dan ngeselin jangan), so I wrote them down here and I hope this will gives people who seeking this kinda information just like me at the older days a favor.